Lilypie First Birthday tickers

Wednesday, June 20, 2007

Airmata Rasulullah

Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu,Rasulullah dengan suara terbatas memberikan kutbah,

"Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al-Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama sama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang dan penuh minat menatap sahabatnya satu persatu.

Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya. Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," keluh
hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya didunia.

Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.

Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang didalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya.

Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk,"Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"

"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

"Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,"kata Rasulullah,

Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya.

Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

"Engkau tidak senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril lagi.

"Khabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas.Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh.

Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.

"Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, kerana sakit yang tidak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku."

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.

"Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku"
"Peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii" - "Umatku, umatku, umatku" Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi... Betapa cintanya Rasulullah kepada kita. Kirimkan kepada sahabat-sahabat muslim lainnya agar timbul kesedaran untuk mencintai Allah dan RasulNya, seperti Allah dan Rasulnya mencintai kita. Karena sesungguhnya selain daripada itu hanyalah fana belaka

--- Depicted from the book: Detik-detik Terakhir Kehidupan Rasulullah SAW

Even without ever meeting us, we still matter to him. Even with all the sins we commit, he still loves us. Even facing death, he still remembers each and everyone of us. Let not the pleasures of the world be a reason for us to disappoint him. Peace and blessings be upon him, Rasulullah, guide and example to the entire world.

6 comments:

it's jenn. said...

seringkali diri ini mengejar cinta yang tidak sepatutnya~

Peace be upon him, Rasulullah.

Mama Sarah said...

menginsafkan...

ifos said...

the story bout the prophet's final moments never failed to reduce me to tears... his love for his ummah is beyond measure.

Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa sallim 'alaihi.

dith said...

Yes this story of his final moments and how he was so worried about us, yes us, makes me feel so 'near' him.
I love you so much ya rasulullah!

Anonymous said...

salam arifah, jzkk for the post.really a reminder for all of us..

amacam KONSIS? =)

Anonymous said...

for the eyes that have long since been wet.

jzkk for posting this arifah.

Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa sallim 'alaihi.